Sekolah Lagi

10:00 PM

Jadi...

Mulai hari ini saya ikut kursus English For Employment yang didanai oleh negara bagian NSW dan diselenggarakan oleh AMES. Kursus 10 minggu ini gratis bagi pemegang visa permanen (juga beberapa jenis visa tertentu) yang telah tinggal di Australia kurang dari 5 tahun. Kursus yang saya ambil namanya Certificate IV Spoken and Written English, akta 4 kalau di Indonesia, ya. Syarat mengambil kursus ini adalah nemiliki skor IELTS minimal 5.5.

Masalahnya, kursus ini dimulai ketika libur sekolah. Artinya, saya harus mengatur agar anak-anak ada yang jaga ketika saya sedang 'sekolah'. Akhirnya kami putuskan untuk mengirim mereka selama dua hari berturut-turut ke tempat penitipan anak di sekolah beken Abbotsleigh dekat rumah. Biaya per anak lumayan menyiksa, untungnya bisa dapat diskon 50% dari pemerintah Austaralia.

Lokasi kursusnya adalah di TAFE Hornsby. TAFE Hornsby adalah salah satu dari lima kampus yang dikelola oleh Northern Sydney Institute. Sebagai informasi untuk yang belum tahu, TAFE singkatan dari Technical And Further Education adalah institusi pendidikan yang menyediakan berbagai pembekalan kejuruan bagi yang telah meninggalkan bangku sekolah.

Di Australia, anak-anak wajib sekolah hanya hingga kelas 10 atau 1 SMA. Di akhir kelas 10 ada yang namanya formal night, prom night kalau di Amerika. Setelah kelas 10, mereka bebas untuk berhenti, atau lanjut sekolah hingga kelas 12. Dua tahun terakhir adalah masa-masa mempersiapkan ujian akhir untuk mendapatkan sertifikasi yang disebut sebagai HSC, higher school certification. Anak-anak yang berminat untuk kuliah di universitas, mereka akan terus sekolah sehingga mendapat HSC, sedangkan yang sudah tidak minat sekolah biasanya langsung bekerja atau masuk TAFE agar mendapatkan sertifkasi untuk pekerjaan yang diminatinya.

Signage

Letaknya persis di depan kantor Hornsby Shire
Jadwal belajar saya adalah seminggu tiga kali dari pukul 09.00 sampai 14.30. Hari ini lokasi belajarnya adalah di gedung H. Gedung H ini letaknya jauh di lembah persis di belakang gereja yang satu kompleks dengan TAFE Hornsby. Untuk menuju gedung H, saya harus meniti jembatan berkelok-kelok ini.
jalan menuju gedung H

Gedung H di depan
Hari ini agak telat saya sampainya, karena harus mengantar anak-anak dulu ke Abbotsleigh. Masalahnya, Abbotsleigh ini guedeee banget dan kami tidak familiar dengan tempatnya. Jadilah mencari-cari lokasinya saja butuh waktu lebih dari 20 menit yang tadinya saya prediksikan hanya 10 menit saja. Keterlambatan 10 menit ini sangat fatal, karena kereta di Australia termasuk tepat waktu. Akibatnya, begitu sampai stasiun, baru saja kereta menutup pintunya. Terpaksa saya harus menunggu 15 menit lagi untuk kereta berikutnya. Jelas saya telat.

Guru kami hari ini bernama Selina. Dia dari Botswana. Selina sudah tinggal lebih dari dua puluh tahun di Australia dan sudah menjadi guru di TAFE selama belasan tahun. Pengalamannya sebagai migran dulu membuatnya memiliki empati terhadap kami yang berjumlah tujuh belas orang ini.

Selina sedang mengajar
Ada 8 orang Iran, 3 orang Tiongkok, 2 orang Korea Selatan, 1 orang Makedonia, 1 orang Jepang, 1 orang Sri Lanka, dan tentu saya sendiri satu-satunya orang Indonesia. Ketika sesi perkenalan, saya cukup tercengang mendengar latar belakang teman-teman sekelas saya ini. Semua sudah menikah, sebagian besar berlatar belakang engineering, dan bidang mereka pun unik-unik, khususnya yang dari Tiongkok.

Ping teman saya orang Shanghai memiliki master di bidang teknik spesialiasi pemanasan, AC, ventilasi, dan semacamnya. Annika dari Beijing seorang paralegal hak paten.Yang paling tinggi pendidikannya di antara kami adalah Pani si Iran cantik, dia seorang dosen, dan pendidikannya adalah S3. Ahem. Yong teman Korea saya adalah seorang product manager yang tadinya lama bekerja di Samsung dan produk yang dipegangnya adalah smartphone keluaran Samsung. Joy adalah chief designer perusahaan fashion terkenal di Korea. Mereka adalah orang-orang hebat yang entah kenapa mendamparkan diri ke Sydney dan saat ini sedang butuh mendapatkan pekerjaan.

Yang kiri itu Ph.D, lho! Ini salah satu aktivitas di kelas. Main TTS.
Ping bercerita bahwa keahliannya ini ternyata tidak terlalu dibutuhkan di Australia. Padahal, di China, ini adalah keahlian yang dicari. Atife teman Iran saya yang tampil sangat modis dengan kerudung pink-nya bercerita bahwa dia sempat tinggal di Perth selama 8 bulan, namun tetap lebih menyukai Sydney yang lebih "hidup". Shahnaz, orang Iran juga, bercerita tentang sulitnya bagi suaminya yang sarjana pertanian untuk mendapatkan pekerjaan di Australia, padahal dia sudah mencari ke seluruh Australia. Nah. Cari kerja itu memang susah-susah gampang, ya. Pekerjaan pertama itu memang yang paliiiing sulit. Saya ingat waktu baru lulus kuliah dulu, perjuangan mencari pekerjaan. Oh, lamar sana-sini, ada yang dipanggil ada yang tidak. Ada yang berlanjut setelah psikotes, ada yang tidak. Di sini, duh, buat dapat diwawancara saja sulit sekali. Negara baru, budaya baru, dunia kerja baru, adalah tiga dari banyak hal baru yang harus dihadapi seorang perantau lintas negara.

Gedung di seberang. Saya di lantai 4.
Tadinya saya kira saya akan belajar bahasa Inggris, mengingat grammar saya yang masih berantakan. Grammar yang berantakan ini juga biasanya akan menjadi babak belur kacau balau begitu saya gugup dan bagian otak yang mengatur bahasa tak sanggup lagi menahan gempuran serangan panik.

Ternyata tidak demikian.

Kami benar-benar diajar secara spesifik untuk mempelajari dunia kerja di Australia, dan kompetensi bahasa Inggris seperti apa yang harus kami miliki sebelum masuk ke workplace. Termasuk di dalamnya adalah menulis. Saya sudah intip di lembar assessment, selama 10 minggu ke depan, kami akan belajar macam-macam, ada simulasi wawancara, menulis CV dan cover letter, juga simulasi menjawab telepon. Pendeknya, kami akan dipersiapkan untuk masuk ke dunia kerja di sini.

Hari ini kami belajar tentang industri, sektor pekerjaan yang ada di Australia. Kategori pekerjaan di sini, beberapa istilah yang harus kami pahami, dan sebagainya.

Jadi, saya dan teman-teman tidak akan mempelajari bahasa Inggris secara ilmu, namun lebih penerapannya sebagai profesional dari negara lain yang dapat segera beradaptasi dengan lingkungan baru.

Ada satu hal yang menarik yang saya catat. Salah satu peserta hari ini adalah slonong boy. Dia tidak mendaftar sebelumnya, tetapi langsung datang, go show. Si pengajar tidak tahu sama sekali tentang hal ini, sampai akhirnya hal ini terungkap, ketika si peserta ini, seorang laki-laki Iran, duduk persis di sebelah saya, diminta memasukkan nomor pelajarnya (USI, Unique Student Identifier). Dia tentu tidak bermaksud jahat, dia cuma tidak tahu kalau harus mendaftar lebih dulu. Nah, kira-kira tindakan apa yang diberikan kepada dia? Saya rasa kalau di Indonesia, orang ini sudah diminta pulang. Tidak demikian di sini. Si pria ini diizinkan tetap tinggal, malah dia ikut mengerjakan tes diagnostik. "Kamu sudah di sini, ikuti aja pelajaran hari ini sampai selesai," demikian kata Selina. See, begitulah sistem pendidikan di Australia, kita tidak dibenarkan untuk mempermalukan orang lain, apalagi di depan umum. Harkat dan martabat seseorang harus dijaga sebaik-baiknya. Betul? ;)

Waktunya pulang. 4 jam 45 menit kami di kelas, 45 menit jatah untuk istirahat, atau total 5 1/2 jam saya di TAFE. Rasanya gimana gitu bisa 'kuliah' lagi. Dari dulu ingin merasakan sekolah di luar negeri dengan suasana internasional, ini yang saya dapatkan hari ini. Mendengar bahasa Inggris dalam berbagai logat itu menyenangkan. Bertemu sesama migran yang memiliki kesamaan nasib itu membuat saya merasa lebih bersemangat.

Pulang dari TAFE hari ini, saya merasa lebih segar. Ya, hari ini saya memiliki kehidupan sendiri. 9 tahun lalu saya memutuskan jadi "ibu rumah tangga". Selama hampir 10 tahun itu saya kehilangan identitas pribadi saya. Identitas saya selama itu adalah sebagai seorang ibu, saya nyaris tidak punya kehidupan lain. Sungguh berbeda rasanya hari ini ketika saya menjadi diri sendiri, saya belajar, saya berjuang, sebagai diri saya sendiri.


Poole House, Abbotsleigh Junior School

Kemudian, tentu saya harus kembali kepada kehidupan lain saya sebagai seorang ibu. Ini situasi Poole House salah satu bagian dari sekolah Abbotsleigh Junior, yang menjadi lokasi Child Care di sini. Untunglah anak-anak baik-baik saja dan cukup menikmati kegiatan hari ini, kecuali Joel tentu, yang usianya memang sudah terlalu matang untuk program yang kami pilih. Ya, mau bagaimana lagi, program yang lain sangat mahal dan tidak mendapat potongan. Sanggupnya hanya program regular. Maaf ya, Nak. :)

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images