Berburu Pekerjaan di Australia (Bagian II)

7:36 AM

Catatan:
Postingan ini adalah lanjutan dari postingan yang ini. *klik

Kursus singkat English for Employment di TAFE baru saja selesai, maka kembalilah saya ke rutinitas sehari-hari. Ada, sih, sedikit rasa kehilangan, karena kursus 10 minggu itu lumayan mengisi waktu luang saya dari pukul 9 pagi hingga 2 siang, tapi sebetulnya tidak terlalu berasa kehilangan juga.

Seperti sudah saya ceritakan di posting ini, di dalam kursus ini kami belajar tentang dunia kerja di Australia, bagaimana dengan skill yang sudah kami miliki, kami bisa berkompetisi di sini. Kami belajar membuat CV, cover letter yang kinclong, belajar menghadapi wawancara dengan cara melakukan riset terhadap perusahaan yang ditaksir, mencoba membuat prediksi pertanyaan, melakukan wawancara lewat telepon, dan terakhir adalah 'cold-calling' yaitu menghubungi sebuah perusahaan (datang langsung atau lewat telepon) untuk menanyakan ketersediaan lowongan pekerjaan.

Di dalam periode 10 minggu, beberapa di antara kami sudah mendapat panggilan wawancara, teman saya orang Makedonia berhasil mendapatkan posisi manajerial di bidang IT security dengan gaji terbilang spektakuler untuk pendatang baru. Teman Tiongkok saya sudah menjadi senior architect, sesuai pekerjaannya di Beijing. Teman saya yang PhD juga sudah menjalani internship dengan salah satu universitas di Sydney.

Saya sendiri selama kursus sudah mendapat tiga kali panggilan wawancara. Berhasil? Belum. Tapi tidak mengapa, karena saya anggap ini latihan gratis, makin sering dijalani, pasti makin jago saya.

gambar nyomot dari www.expatliving.sg


Wawancara kerja di Australia itu bagaimana, sih?
Sebelum wawancara 'beneran', saya sempat diwawancara pemilik gerai makanan fast food tak terlalu jauh dari tempat tinggal saya. Wawancara itu begitu positif. Mereka minta 2-3 hari seminggu, antara Senin, Selasa, Kamis. Sayangnya dengan polos saya mengatakan bahwa ada kursus yang akan saya ikuti, sehingga hanya Senin saja yang cocok waktunya. Masih agak menyesal, karena sebenarnya saya lebih menginginkan pekerjaan 'mudah' tidak perlu banyak mikir dan waktunya yang tidak panjang, sehingga bisa tetap menjemput anak-anak di sekolah. Yang penting dapat uang tambahan, bisa untuk memberikan les ini itu (termasuk les renang!), bisa untuk perawatan gigi, dll. Bukan kebutuhan pokok, sih, memang.

Wawancara pertama saya adalah dengan sebuah toko online yang menjual produk perawatan kulit dan rambut. Mereka mencari digital designer. Ketika mendapat undangan wawancara kerja, saya cukup surprised. Itu artinya, paling tidak mereka tertarik dengan apa yang saya gambarkan di dalam CV. Namun, cuap-cuap lewat tulisan dengan berhadapan langsung tentu beda. Saya betul-betul nervous. Pengalaman pertama, sih, dan waktu itu cuaca sudah mulai cenderung dingin sehingga agak menggigil pagi itu. Hasilnya gelagapan dalam menjawab. Apalagi bukan dalam bahasa ibu.
Wawacara kedua dengan perusahaan teknologi yang bergerak di bidang edukasi. Rasanya salah tempat begitu saya datang. :) Mereka begitu... muda. Ownernya sih sudah tidak muda, tapi spirit muda itu di mana-mana, mengingatkan saya dengan pekerjaan pertama saya sebagai front end web developer/UI designer di sebuah perusahaan rintisan dari Prancis. Suasana kerja yang dibuat santai, nyaman, relax, open space, orang-orang berkaos dan bercelana jeans, persis waktu di Carla Bella dulu. Si pendiri perusahaan ini orang Skotlandia. Logatnya sukses bikin saya salah tafsir melulu. Misalnya dia menyapa saya begini saat bertemu,
Owner: "So you have cates, huh?"
Me: (What? Cates? Kucing apa kali yang dia maksud, ya? Tapi hubungannya apa kucing dengan kerjaan, jangan-jangan dia pencinta kucing dan tahu saya tidak suka kucing? Gawat.) "Pardon, cates? Do you mean cats?"
O: "Cates, children."
M: (malu) "Ah, yes. I have got three kids."
Phew.

Wawancara ketiga adalah dengan sebuah institusi pemerintah yang bernaung di bawah Health NSW. Baru saja kemarin wawancaranya, di sebuah rumah sakit besar di barat Sydney. Berbeda dengan dua perusahaan sebelumnya yang lebih banyak bertanya tentang pertanyaan umum, tell me about yourself, what is your weakness, dll, di RS ini saya banyak ditanyai pertanyaan-pertanyaan bersifat hipotetis. Beberapa skenario diberikan kepada saya. Tentunya untuk melihat perilaku saya.
Ketiga wawancara ini selalu dalam bentuk forum, minimal dua orang wakil perusahaan hadir. Mereka akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah mereka persiapkan. Sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan di Indonesia, bedanya di sini harus bicara dalam bahasa Inggris. :D Ya, iyalah.
Di sini, kita harus pandai-pandai menjual diri dan harus pintar ngomong. Konon kabarnya, kadang-kadang bisa kerja tidak penting asal bisa meyakinkan si pewawancara :). Jadi, orang-orang yang pandai bicara punya kans lebih besar dibanding yang pemalu dan tidak jago 'memasarkan' diri.

Salah satu tip yang saya rasa berguna untuk pencari kerja, adalah menggunakan formula STAR saat menjawab pertanyaan. Situation Task Action Result dikenal manjur untuk membantu pewawancara mendapatkan esensi dari jawaban kita. Itu juga menurut saya bagus supaya kita tidak melantur ke mana-mana.

Begini contoh STAR.
"Apa yang akan Anda lakukan ketika salah satu bawahan Anda menolak untuk bekerja sama dengan bawahan yang lain?"

S: Saya pernah menghadapi keadaan ketika dua orang dalam tim kami ribut dan tidak mau bekerja sama.
T: Waktu itu tugas saya sebagai ketua panitia adalah mengawasi dan memastikan acara berlangsung dengan berhasil dan semua orang bekerja sesuai dengan porsinya.
A: Saya mencoba bernegosiasi dengan A dan B secara perorangan, bla bla bla. Akhirnya dipindahkan ke bagian lain, B tetap di posisinya, dengan perjanjian semua pihak tidak akan merugikan kelangsungan acara temu alumni, dsk dsk.
R: Acara berlangsung dengan baik tanpa banyak masalah. A & B bahkan berbaikan.

Belajar apa dari pengalaman berburu pekerjaan ini?
Pertama, walau sedih waktu dinyatakan tidak berhasil, saya tidak menganggap hal itu sebagai kegagalan. Wawancara saya anggap sebagian bagian dari training, kelanjutan kursus EFE. Praktek lapangan begitu. Saya berhadapan dengan situasi sungguhan, yang mewawancarai memang orang yang sedang mencari karyawan, jadi saya tidak merasa dirugikan sama sekali. Saya kan sudah cukup lama absen dari dunia kerja profesional (tapi tahun terakhir di Indonesia saya jadi guru sih, diwawancara dan dites juga tapi beda, deh), jadi lumayan grogi, tidak percaya diri, dan merasa diri tidak mampu. Pengennya sih ga usah wawancara panjang-panjang, pekerjakan saja akuh, aku bisa kok, aku pembelajar yang cepat, kok. Pengennya gitu. Tapi kan begitu. Harus bisa jualan, harus bisa memasarkan diri, karena siapa yang kenal kamu di sini? :p

Kedua, saya belajar melakukan perencanaan yang baik. Menyeimbangkan tugas sebagai seorang ibu di rumah, sambil mempersiapkan diri wawancara lumayan menyita perhatian. Untuk wawancara ketiga ini, saya melakukan rehearsal saat anak-anak sedang di sekolah, saya merekam 'sesi' itu di telepon genggam saya untuk kemudian saya putar kembali saat berjalan kaki menjemput anak-anak di sekolah.
Dengan bantuan Google Map saya mencoba melakukan visualisasi rute yang akan saya tempuh. Hei, saya masih anak kemarin sore di Australia, semua tempat wawancara ini asing bagi saya. Sungguh bersyukur Google Map punya fasilitas Street View sehingga saya bisa punya gambaran visual yang jelas akan rute yang harus saya ambil.
Organisasi terakhir yang memanggil untuk wawancara itu terletak di daerah Westmead di barat Sydney, sekitar 20 km-an dari tempat tinggal saya di Wahroonga di utara. Jika menggunakan kereta api langsung dari Wahroonga ke Westmead, saya harus ambil rute memutar, sehingga waktu tempuh menjadi lebih lama, yaitu 1 1/2 jam. Kalau saya menggunakan beberapa moda transportasi (bus+kereta) waktu tempuh bisa lebih singkat, namun saya harus perhitungkan risikonya, seperti bagaimana jika salah satu terlambat, atau saya yang missed. Fatal.

Ketiga, tentu pengalaman saya 'berjualan' dalam bahasa Inggris semakin baik. Saya belajar memformulasikan kalimat dengan lebih baik dan efisien. Saya belajar melihat 'kata kunci' yang bisa saya pakai untuk dapat menjawab dengan baik.

Keempat, saya bisa sekalian berpetualang ke tempat baru. Coba bayangkan ya, saya kan masih baru di Sydney, banyak tempat yang belum saya jelajahi. Suasana daerah Chippendale yang trendy di pusat kota Sydney, berbeda dengan suasana perkantoran di St Leonards, beda lagi dengan suasana daerah Westmead yang daerah terpelajar, ada kampus Western Sydney University yang punya fasilitas test IELTS, juga beberapa rumah sakit besar dan ternama di Sydney. Senang rasanya punya alasan ke tempat-tempat ini.

Ruginya satu, ongkos transportasi yang lumayan banget. Naik kereta api di Sydney, minimal harus merogoh kocok $2.5-4 untuk jarak dekat. Ke Westmead kemarin itu biayanya hampir $7 sekali jalan. Pulang pergi ya kalikan dua, itu pun kalau hanya naik satu moda transportasi.

Jika yang ini juga tidak sukses bagaimana? Tidak apa-apa. Kita coba lagi.

*Semangat!

You Might Also Like

2 comments

  1. Aku ikut tersengat semangatmu, Devi. Memulai sesuatu yang baru di tempat yang sama sekali baru, pada usia kita ini pasti sangat menantang. Bertualang dengan dunia kerja, memasarkan diri, dan memupuk rasa pede akan membuat uban menghitam satu demi satu, ahahah. Semangat!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kau memang tahu membangkitkan semangatku, Buk. Tapi tolong, lain kali masalah umur ga usah disinggung-singgung. Hahahahah!

      Delete

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images